Teori Ko-Kurikuler untuk Meningkatkan Karakter Peserta Didik
PELAKSANAAN KEGIATAN KO-KURIKULER
Kegiatan ko-kurikuler merupakan kegiatan diluar pembelajaran, meskipun diluar kegiatan pembelajaran, guru dapat mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Kegiatan ini sebenarnya sudah mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap diperlukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi kegiatan ko-kurikuler tersebut agar dapat melaksanakan pendidikan karakter kepada siswa. Kegiatan ko-kurikuler bertujuan menunjang pelaksanaan intrakurikuler agar siswa dapat lebih menghayati bahan atau materi yang telah dipelajarinya serta melatih siswa untuk melaksanakan tugas secara bertanggung jawab (Rivilla, 2014).
Karena kegiatan ko-kurikuler tidak lain bermaksud agar siswa lebih memahami dan menghayati bahan materi yang telah dipelajari pada kegiatan intrakurikuler, maka dalam pelaksanannya harus memperhatikan azas-azas ko-kurikuler yang telah digariskan oleh Depdiknas RI yaitu; (1) harus menunjang langsung pada kegiatan intrakurikuler dan kepentingan belajar siswa; (2) tidak merupakan beban yang berlebihan bagi siswa; (3) tidak menimbulkan beban pembiayaan tambahan yang berat bagi orang tua siswa; (4) memerlukan pengadministrasian, pembimbingan atau pendampingan, pemantauan (monitoring), dan penilaian (Hamiseno,1990).
Pelaksanaan ko-kurikuler hendaknya tidak menjadi beban yang berlebihan bagi siswa, artinya seseorang dalam memberikan tugas hendaklah diatur sedemikian rupa sehingga tidak melibatkan beban yang berlebihan baik material maupun beban mental. Karena hal tersebut mengakibatkan gangguan psikologi yang dapat merugikan siswa antara lain murung dan gelisah. Kegiatan ko-kurikuler ini harus dirasakan oleh siswa sebagai hal bermanfaat dan menyenangkan.
Adapun pelaksanaan ko-kurikuler harus memerlukan administrasi, monitoring dan penilaian adalah dalam pengadministrasian yang baik serta dilakukan dalam bentuk pemberian tugas yang jelas, pencatatan yang teratur, monitoringdan bimbingan yang baik serta penilaian yang tertib. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kegiatan dan hasil pelaksanaan ko-kurikuler.
Menurut Burhan Nurgiantoro, tujuan ko-kurikuler adalah untuk menunjang program intrakurikuler dan menghayati materi pengajaran yang telah dipelajari pada kegiatan intrakurikuler. Sedangkan menurut Hamiseno, kegiatan kokurikuler bertujuan menunjang pelaksanaan intrakurikuler agar siswa dapat lebih menghayati bahan yang telah dipelajari serta melatih siswa untuk melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan ko-kurikuler adalah menunjang pelaksanaan kegiatan intrakurikuler, untuk mendalami dan menghayati jenis materi yang diajarkan, dan melatih siswa untuk melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.
MENINGKATKAN KARAKTER TARO ADA’ TARO GAU’ (TANGGUNG JAWAB).
Sebelum memakna pergertian karakter terlebih dahulu perlu diketahui tentang pengertian pendidikan karakter, fungsi pendidikan karakter dan tujuan pendidikan karakter. Berikut penjelesan mengenai pendidikan karakter.
Pendidikan Karakter
Menurut Sri Judiani (2010), pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengem-bangkan nilai-nilai karakter pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif.
Fungsi pendidikan karakter adalah: 1) pengembangan; 2) perbaikan; dan 3) penyaring. Pengembangan, yakni pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik, terutama bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter bangsa. Perbaikan, yakni memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat. Penyaring, yaitu untuk menseleksi budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter yang bermartabat.
Tujuan pendidikan karakter adalah: 1) mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa; 2) mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; 4) mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan 5) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan. Setelah mengetahui arti dari pendidikan karakter, perlu digali juga makna dan arti dari karakter tersebut.
Karakter
Thomas Lickona mengutip pandangan seorang filusuf Yunani bernama Aristoteles bahwa karakter yang baik didefinisikan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain. Aristoteles bahkan mengingatkan kepada kita tentang apa yang cenderung dilupakan di masa sekarang ini: kehidupan yang berbudi luhur termasuk kebaikan yang berorientasi pada diri sendiri (seperti kontrol diri dan moderasi) sebagaimana halnya dengan kebaikan yang berorientasi pada hal lainnya (seperti kemurahan hati dan belas kasihan), dan kedua jenis kebaikan ini berhubungan. Artinya kita perlu untuk mengendalikan diri kita sendiri-keinginan kita, hasrat kita- untuk melakukan hal yang baik bagi orang lain.
Mulyasa (2013), mengemukakan bahwa karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), karakter merupakan sifat kejiwaan, ahlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Scerenko (1997) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis dan kompleksitas mental diri seseorang, suatu kelompok atau bangsa (Kesuma, 2011)
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Koesoema (2007) mengatakan bahwa karakter merupakan struktur antropologis manusia. Pendidikan karakter akan memberikan bantuan sosial agar individu dapat tumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam hidup bersama dengan orang lain di dunia. Pendidikan karakter di Indonesia telah lama berakar dalam tradisi pendidikan. Ki Hadjar Dewantara, Soekarno, Hatta dll, telah mencoba menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa sesuai dengan konteks dan situasinya. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari SD sampai Perguruan Tinggi.
Karakter menurut Kemendiknas, karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang, yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan sebagai cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak. Menurut Thomas Lickona karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami tersebut diimplementasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yangbaik, jujur, bertanggung jawab, adil, menghormati orang lain, disiplin, dan karakter luhur lainnya.
Menurut Paddussa, “karakter adalah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, ahlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. (Paddusa, 2016). Sedangkan menurut Suyanto, karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan kerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki sejak lahir, Sehingga Doni Kusuma istilah karakter dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
Karakter memberikan gambaran tentang suatu bangsa, sebagai penanda, penciri sekaligus pembeda suatu bangsa dengan bangsa lainnya. Karakter memberikan arahan tentang bagaimana bangsa itu menepakati dan melewati suatu jaman dan mengantarkannya pada suatu derajat tertentu. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki karakter yang mampu membangun sebuah peradaban besar yang kemudian mempengaruhi perkembangan dunia. Nabi Muhammad SAW sebagai manusia sempurna yang pernah hidup di muka bumi telah memberikan contoh keteladanan bagaimana membangun sebuah karakter bangsa dan mempengaruhi dunia (Muwafik, 2011)
Dari pemaparan para ahli diatas banyak pengertian tentang karakter, bisa disimpulkan bahwa karakter adalah sifat alami yang dimiliki setiap individu dalam kehidupan yang dibentuk sesuai dengan lingkungan sekitar. Adapun karakter yang baik adalah karakter yang akan membentuk individu menjadi individu yang lebih baik.
KEARIFAN LOKAL KARAKTER TARO ADA’ TARO GAU’ (TANGGUNG JAWAB)
Kearifan Lokal
Kearifan local berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal (local). Secara umum local wisdom (kearifan lokal) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan di ikuti oleh anggota masyarakatnya. Keberadaan kearifan lokal kali ini bukan tanpa fungsi, tetapi sangat banyak fungsinya. Seperti yang dituliskan Musafiri (2016) bahwa fungsi kearifan lokal adalah (1) konservasi dan pelestarian sumber daya alam; (2) pengembangan sumber daya manusia; (3) pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan; (4) petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan; (5) bermakna social misalnya upacara integrasi komunal/kerabat; (6) bermakna etika dan moral; (7) bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client.
Menurut Fajarini (2014), kearifan lokalmerupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya, kearifan lokal adalah hasil dari masyarakattertentu melalui pengalaman mereka dan belumtentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan masyarakat tersebut. Ilmuwan antropologi, seperti Koentjaraningrat, Spradley, Taylor, dan Suparlan, telah mengkategorisasikan kebudayaan manusia yang menjadi wadah kearifan lokal itu kepada idea, aktivitas sosial, artifak. Kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok manusia dan dijadikan sebagai pedoman hidup untuk menginterpretasikan lingkungannya dalam bentuk tindakan-tindakannya sehari-hari.
Kearifan lokal pada suatu daerah dapat berwujud perkataan atau ungkapan, perbuatan atau perilaku, tulisan dan benda buatan manusia (Martawijaya, 2014). Yuga (2010) dalam Martawijaya (2014), mengemukakan beberapa ungkapan kearifan lokal sejumlah etnis di Indonesia, salah satu diantaranya adalah ungkapan pada etnis atau suku yang terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan, yaitu: (1) etnis makassar yang menyatakan a’bulo sibatang paki antu mareso tamattapu nanampa nia sannang ni pusakai (bambu sebatang kita semua, bekerja tak putus-putus kemudian senang dimiliki), yang bermakna “bekerja dengan jujur dan bersatu akan menghasilkan kesenangan, ketenangan, dan keberuntungan”; (2) etnis Bugis yang menyatakan rebba sipatokkang, mali siparappe, siruik mengre’ tessiruik nok, malili sipakaingek, maingekpi napaja (rebah saling menegakkan, hanyut saling menyelamatkan, tarik menarik ke atas bukan menarik bawah, khilaf saling mengingatkan sampai sadar) yang bermakna “kearifan untuk menjaga nilai solidaritas dalam kehidupan masyarakat”.
Admodjo (1986), kearifan lokal adalah kemampuan penyerapan kebudayaan asing yang dating secara selektif, artinya di sesuaikan dengan suasana dan kondisi setempat. Kemampuan demikian sangat relevan dengan tujuan pembelajaran disekolah menengah atas, dengan kemampuan tersebut akan menyebabkan peserta didik dapat memilih dan memilah budaya mana yang sesuai dengan karakteristik budaya sendiri. Kemampuan penyerapan kebudayaan asing yang dating secara selektif tentu memerlukan pengalaman langsung dari masyarakat sekitar tempat tinggalnya hal itu dapat dilakukan dengan menggunakan budaya masyarakat adat sebagai sumber belajar.
Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pengangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari (Moertjipto, 1997).
Dengan demikian tepatlah dikatakan bahwa kebudayaan merupakan manifestasi kepribadian suatu masyarakat. Artinya identitas masyarakat tercermin dalam orientasi yang menunjukkan pandangan hidup serta system nilainya, dalam pola serta sikap hidup yang diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari, serta dalam dalam gaya hidup yang mewarnai peri kehidupan. Kedudukan lokal genius ini sangat signifikan dalam konteks sebuah eksistensi kebudayaan suatu masyarakat dan kelompok (Musafiri, 2016).
Karakter Taro Ada’ Taro Gau’
Untuk membentuk atau menghasilkan karakter tanggung jawab tersedia dalam ungkapan “taro ada’ taro gau’”. Yang berarti bahwa menuruh tutur, menaruh perbuatan. Ungkapan bahasa Indonesia yang sepadan adalah “perbuatan”. Dari sinilah diketahui bahwa karakter budaya suku bugis Makassar adalah dia mengerjakan apa yang dikatakannya atau dia mengatakan apa yang sanggup dikerjakannya. Ungkapan tersebut sepadan dengan ungkapan “iya ada’ iya gau’ atau ada’ na gau’”, maksud dari ungkapan tersebut adalah bagaimana perkataannya begitu pula perbuatannya. Karakter budaya seperti ini akan sangat efektif apabila dibudayakan melalui bahasa Bugis sendiri (Kamsinah, 2013).
Untuk meningkatkan karakter tanggung jawab dibutuhkan tentang nilai-nilai kearifan lokal bugis Makassar tentang filosofi karakter taro ada’ taro gau’. Ada banyak pendapat terkait dengan filosofi tersebut tetapi, semua pendapat tersebut mengatakan tentang apa yang dikatakan harus sesuai dengan perbuatan. Jika filosofi karakter taro ada’ taro gau’diterapkan dalam proses mengajar disekolah menengah atas pada pembelajaran fisika tentunya dapat menunjang kemampuan peserta didik dalam mempertanggung jawabkan perkataan dan perbuatan yang terkait dengan fisika.
Dari kearifan lokal tersebut, peneliti memilih perwujudan dari perbuatan atau perilaku. Sehingga, dapat dikaitkan dengan peningkatan karakter taro ada taro gau' (tanggung jawab) atau lebih tepatnya melaksanakan perbuatan sesuai dengan perkataan pada peserta didik tersebut.
Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat: 36 mengatakan “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya”. Penjelasan “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya”. Maksudnya, seorang hamba kelak akan dimintai pertanggung jawaban mengenai hal itu pada hari kiamat serta apa yang telah dilakukan dengan semua anggota tubuh tersebut (Tafsir Qur’an).
Karakter Tanggung Jawab
Dalam pengertian sikap tanggung jawab secara umum tidak terlepas dari sesuatu hal yang harus dilaksanakan dan di implementasikan dengan nilai-nilai yang terikat didalamnya. Sedangkan pengertian secara khusus tanggung jawab adalah sikap dan perilaku untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, yang seharusnya dilakukan oleh diri sendiri, masyarakat, lingkungan, Negara dan Tuhan yang maha esa. Orang yang melaksanakan kewajiban dan kesadaran tinggi dan tidak hanya menuntut hak saja dapat dikatakan sebagai warga yang baik (Prabowo, 2014).
Lickona (2015), mengatakan bahwa program pendidikan moral yang berdasarkan pada hokum moral dapat dilaksanakan dalam dua nilai moral yang utama, yaitu sikap hormat dan tanggung jawab. Pernyataan ini membuktikan bahwa sikap tanggung jawab memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Zubaedi (2011), berpendapat bahwa tanggung jawab (responsibity) maksudnya mampu mempertanggung jawabkan serta memiliki perasaan untuk memenuhi tugas dengan dapat dipercaya, mandiri, dan berkomitmen. Pengertian lain mengenai tanggung jawab, yaitu tanggung jawab berarti melaksanakan sebuah pekerjaan atau sebuah kewajiban dalam keluarga, di sekolah, maupun di tempat kerja dengan sepenuh hati dan memberikan yang terbaik (Lickona, 2015).
Menurut Saputri (2013), tanggung jawab adalah orang yang melaksanakan segala sesuatu atau pekerjaan dengan bersungguh-sungguh dengan sukarela, berani menanggung segala resiko dan segala sesuatunya baik dengan perkataan, perbuatan dan sikap.
Hasan (2010), mengatakan tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan.
Berdasarkan pendapat dari para ahli dapat simpulkan bahwa, tanggung jawab adalah sikap dan perilaku untuk melaksanakan tugas sesuatu atau pekerjaan dengan bersungguh-sungguh dengan sukarela yang seharusnya dilakukan oleh diri sendiri, masyarakat, lingkungan, Negara dan Tuhan yang maha esa.
Kokurikler adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk penguatan, pendalaman dan/atau pengayaan kegiatan intrakurikuler. dari pelaksanaan kegiatan kokurikuler ini di harapkan mampu meningkatkan kemampuan mengukur, menakar dan kepantasan dalam mempresentasikan hasil pengukuran. Adapun langkah-langkah pelaksanaan kegiatan kokurikuler dalam meningkatkan karakter taro ada’ taro gau’ (tanggung jawab) adalah; 1) pengadministrasian; 2) Pembimbingan atau pedampingan; 3) Pemantauan (monitoring); dan 4) Penilaian atau evaluasi.
Pengukuran
Menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk dan bersifat kualitatif. Sedangkan mengadakan evaluasi meliputi keempat langkah diatas. Pengukuran adalah proses untuk memperoleh deskripsi angka (skor) yang menunjukkan tingkat capaian seseorang dalam suatu bidang tertentu (Nurgiantoro, 2011).
Majid (2014), berpendapat bahwa pengukuran adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah kegiatan atau upaya untuk memperoleh deskripsi angka (skor) pada suatu gejala, peristiwa, dan benda dalam suatu bidang tertentu.
Dalam QS. Al Qamar ayat 49 yang berbunyi “Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran”. Ayat tersebut melukiskan keteraturan penciptaan segala sesuatu yaitu dengan ketentuan yang berupa ukuran. Pada dasanya ayat diatas yang mendasari perlakuan para ahli fisika dalam menangani proses-proses alamiah (Al-Quran).
Kejujuran Ilmiah
Dasar berpikir yaitu QS. At-Taubah ayat 9 yang berbunyi; “Wahai Orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan berdalah kalian bersama orang-orang yang benar (jujur). Jujur sebagai cerminan dari keimanan dan tergolong orang-orang yang benar”. Dalam QS. An-Nisa ayat 4 yang berbunyi; Siapa yang mentaati Allah dan Rasul (Muhammad SAW) maka mereka itu bersama orang-orang yang Allah memberi nikmat atas mereka dari para Nabi dan orang-orang yang sangat jujur “. Itulah gambaran yang akan Allah berikan kepada orang-orang yang jujur, bukankah nikmat Allah tidak dapat dihitung. Jika ditulis nikmat yang diterima manusia dengan air laut sebagai tintanya dan pohon sebanyak apa yang ada dibumi sebagai penanya, tidak akan bisa habis ditulis (Al-Quran).
Anas (2013), berpendapat bahwa kejujuran adalah perilaku pada upaya yang menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
Menurut Noviana (2014), berpendapat bawah kejujuran adalah menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara yang dikatakan dengan yang dilakukan, berani karena benar, dapat dipercaya, tidak curang dalam melakukan pengukuran dan ujian serta senantiasa menaati peraturan.
Adapun indikator menurut Noviana (2014), di sekolah antara lain:
a. Menyampaikan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya
b. Bersedia mengakui kesalahan, kekurangan ataupun keterbatasan diri
c. Tidak memanipulasi fakta atau informasi
d. Tidak berbohong
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kejujuran ilmiah adalah perilaku atau sikap pada upaya mengatakan fakta atau informasi dengan sebenar-benarnya dalam melakukan pengukuran pada suatu peristiwa atau benda.
Ketelitian
Teliti/ketelitian, yaitu sikap cermat dan berhati-hati dalam melakukan sebuah pekerjaan agar tidak terjadi kesalahn. Ketelitian berasal dari kata teliti yang dapat diartikan sebagai cermat atau sikap hati-hati yang dimiliki oleh seseorang yang menjadikan ia mampu mencapai sebuah hasil yang optimal dari setiap pekerjaan atau aktivitas yang ia lakukan. Ketelitian dapat juga disebut sebagai kesesuaian diantara beberapa data pengukuran yang sama yang dilakukan secara berulang. Orang yang teliti tidak pernah terburu-buru dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan, mereka tidak pernah meloncat langkah-langkah atau melakukan sesuatu secara setengah-setengah. Sebaliknya mereka melakukan sesuatu dengan baik dan tidak membiarkan ada rincian yang terabaikan. Peserta didik yang ingin memastikan bahwa pekerjaannya sudah dia lakukan dengan baik inilah yang disebut dengan bersifat teliti. Mereka melakukan sebuah langkah dan memeriksa kembali pekerjaan mereka, apa pekerjaannya sudah benar atau salah. Ketelitian ini merupakan kelemahan dasar manusia yang merupakan unsur utama yang dapat mengembangkan ilmu terutama fisika. Ketidaktelitian ini dapat menyebabkan kesalahan fatal yang dapat mengakibatkan ketidaktercapainya tujuan yang diinginkan (Anonim, 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Admodjo, K. 1986. Kami Bukan Lelaki Sebuah Sketsa Kehidupan Kaum Waria. Jakarta. PT. Temprin.
Al Musafiri M. Rizqon. 2016. Peran Kearifan Lokal Bagi Pengembangan Pendidikan Karakter Pada Sekolah Menengah Atas. Vol. VIII No. 1, ISSN: 1978-4767. IAIDA. Banyuwangi
Anas Salahudin dan Irwanto Alkriencienchi. 2013. Pendidikan Karakter, Jakarta: CV Pustaka Setia.
Anonim. 2018. Karakter-Karakter Bangsa. Di akses pada tanggal 26 April 2018 di website: www.karakter-karakterbangsa.html/karakter/karakter/bangsa.com
Hasan, S. H. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa. Materi Disajikan Sebagai Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Karakter Daya Saing Dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kemendiknas.
Fajarini Ulfah. 2014. Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter. Sosiologi Didaktika: Vol. 1, No. 2. Universitas Islam Negeri (Uin) Syarif Hidayatullah Jakarta
Hana Catur Saputri. 2013. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Dapat Meningkatkan Tanggung Jawab dan Prestasi Belajar Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPA Kelas V di SD Negeri 3 Banjarmasin. FKIP UMP. Banjarmasin
Judiani Sri .2010. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Melalui Penguatan Pelaksanaan Kurikulum. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus III,Setditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendiknas.
Kamsinah. 2013. Language Empowering in Character Building. Jurnal Arbitrer Vol. 1 No. 1. Faculty of Cultural Science. Hasanuddin University. Makassar
Koesoema A, Doni. Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT. Grasindo. 2007.
Lickona, Thomas. Educating For Character: How Our School Can Teach Responsbility. New York: Bantam Book. 1992.
Lickona Thomas. 2015. Educating for Character; Mendidik untuk Membentuk Karakter, PT Bumi Aksara: Jakarta,
Majid, Abdul. 2014. Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdkarya Offset.
Martawijaya, A. (2014). Strategi Pembelajaran MIPA Berbasis Kearifan Lokal. Makassar: Pustaka Lontara.
Noviana. 2014. Implementasi Sikap Jujur Melalui Kantin Kejujuran. FKIP UMP
Nurgiantoro. 2011. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. BPFE. Yokyakarta.
Nurgyantoro., Burhan. 2011. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yokyakarta. BPFE
Paddusa. 2016. Pendidikan & Pengembangan Karakter Untuk Merintis Jalan Menuju Hidup Lebih Bahagia. Yogyakarta : Exprint.
Pedoman sekolah. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2011.
Prabowo Adi. 2014. Implementasi Nilai-Nilai Karakter Tanggung Jawab dalam Pembelajaran Akidah dan Akhlak Peserta Didik di MTsN Sumberagung Bantul. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yokyakarta
Rivilla, dkk. 2014. Pelaksanaan Kokurikuler Mental Aritmatika Sempoa di SDN Landasan Ulin Barat 1 Banjarbaru. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Madrasah Idtidayah Volume IV Nomor 02. Banjarbaru
Saleh Muwafik Akh. 2011. Membangun Karakter dengan Hati Nurani: Pendidikan Karakter Untuk Generasi Bangsa. Penerbit Erlangga. Malang
Saputri Hana Catur. 2013. Upaya Meningkatkan Tanggung Jawab Dalam Belajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Terhadap Pelajaran IPA Kelas V SD Negeri 3 Banjarparakan. Banjarmasin
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Widodo Ekatjahjana. 2017. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2017 Tentang Hari Sekolah. Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Jakarta
Widodo Joko. 2017. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Jakarta
Winarno. 1990. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Widya Duta.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an. 2015. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Cetakan ke-18. CV Darus Sunnah. Jakarta Timur
Yunita. 2012. Hubungan Antara Sikap Ilmiah Siswa Dengan Hasil Belajar Fisika Di Kelas XI IPA MA Negeri Kampar. Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Komentar
Posting Komentar