Apa itu Manusia?
Manusia adalah mahluk Tuhan yang otonom, pribadi yang tersusun atas kesatuan harmonik jiwa raga dan eksis sebagai indivudu yang bermasyarakat. Manusia lahir dalam keadaan serba misterius. Artinya, sangat sulit untuk diketahui mengapa, bagaimana, dan untuk apa kelahiran itu. Yang pasti, manusia dilahirkan oleh Tuhan melalui manusia lain (orangtua), sadar akan hidup dan kehidupannya, dan sadar pula akan tujuan hidupnya (kembali kepada Tuhan). Kenyataannya itu memberikan kejelasan bahwa sesungguhnya manusia adalah mahluk yang lemah. Keberadaanya sangat bergantung kepada penciptanya (Tuhan). Segala potensi dirinya ditentukan secara mutlak oleh Sang Pencipta. Manusia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap Sang Pencipta, kecuali pasrah.
Akan tetapi, kebergantungan kepada Sang Pencipta dalam perkembangan diterima dengan disertai otonomi dan kreativitas yang sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan serta mengembangkan hidup dan kehidupannya. Dengan otonomi dan kreativitasnya, manusia dapat menyelesaikan dan mengatasi segala macam problem hidupnya. Manusia mencari dan menciptakan makanan, minuman, tempat berteduh, kehangatan, keamanan, ketentraman dan sebagainya. Manusia tidak mungkin menerima begitu saja apa yang diberikan oleh alam. Segala potensi alam oleh manusia perlu diolah agar lebih bisa memberikan pemenuhan kebutuhan yang sesuai.
Secara etimologi kata manusia adalah “mens”, yang artinya: “sesuatu yang berfikir”. Dalam bahasa Yunani berarti “antropos” yang pada mulanya mempunyai arti “seseorang yang melihat ke atas”, tapi kemudian berarti wajah seorang manusia. Manusia disebut juga dengan istilah “homo”, dalam bahasa latin sesuatu yang hadir di muka bumi. Arti kata “homo” di sini memberi dua dimensi tentang manusia. Pertama, manusia itu makhluk ciptaan yang berarti sama dengan makhluk ciptaan yang lain. Kedua, manusia lebih utama dari makhluk yang lain, yakni manusia mempunyai tingkat kehidupan yang lebih tinggi, yaitu kehidupan spiritual dan intelektual.
Secara terminologi pengertian manusia diberikan oleh Adi Nugroho, sebagaimana yang dikutip Abu Bakar Muhammad yaitu alam kecil, sebagian alam besar yang ada di muka Bumi, sebagian dari makhluk yang bernyawa, sebagian dari bangsa antropomorphen, binatang yang menyusui dan juga makhluk yang mengerti kealamannya, mengetahui dan menguasai kekuatan-kekuatan alam di luar dan di dalam dirinya.
Antara ketergantungan (dependensi) dan otonomi (independensi) adalah dua unsur potensi kontradiktif yang ada didalam kesatuan dinamis. Keberadaanya justru memberikan makna jelas kepada diri manusia sebagai mahluk Sang Pencipta.
#Kehidupan Manusia
Sebagai mahluk Tuhan yang bebas dan otonom, berjiwa dan berbadan, sekaligus mahluk individu dan mahluk sosial, manusia selalu bergerak dinamis kearah satru tujuan yang diinginkan. Keberadaanan manusia sebagai mahluk Tuhan sebagai manusia bertentangan secara mutlak dengan keberadaanya sebagai mahluk otonom yang bebas dan lepas dari Tuhan. Sebagai mahluk yang berpikir, jiwa manusia dan badan manusia senantiasa berhadap-hadapan, sebagai indivudu yang otonom dan berjiwa bebas berhadapan dengan kecenderungan sosialnya.
Tiap-tiap unsur itu ternyata mempunyai kebutuhan dan kepentingan yang harus dipenuhi tanpa pilih kasih. Bahkan, terkadang harus dipenuhi secara bersama-sama. Dalam praktinya, prioritas pemenuhannya adalah suatu cara yang harus dilakukan. Hal ini karena tidak mungkin dua kepentingan yang sama diselenggarakan dalam ruang waktu yang bersamaan. Kepentingan yang lebih mendesak harus lebih didahulukan, sehingga harmonisasi pemenuhan kepentingan diidealkan itu hanya ada dalam angan-angan. Sebagai mahluk Tuhan, manusia juga mempunyai kepentingan dan kebutuhan yang bersifat keahlian. Manusia mencoba menghubungkan dirinya kepada Tuhan dengan cara berdoa dan memuji kebesaranNya. Dalam hal ini, manusia menyerahkan diri, hidup dan kehidupannya secara total kepada Tuhan. Ia merasakan kepuasan tertentu, mendapatkan ketenangan dan kesejukan spiritual. Ia merasa lega dan mendapat kekuatan baru sehingga tegar dan teguh tanpa keraguan dan ketakutan dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Setelah manusia merasa berdiri kukuh diatas dirinya dengan otonomi dan kekuatan penh, ia berupaya untuk hidup dan mengembangkan kehidupannya. Dari sini, ia mulai menyadari bahwa kepasrahan dan ketergantungan tidak menghasilkan sepiring nasi, seteguk air dan sebagainya. Lalu, manusia keluar dari belenggu ketergantungan kepada Tuhan. Semakin ia menekuni kemandiriannya, semakin berada dalam jarak-jarak tertentu dari Tuhan, semakin jauh dan tidak peduli dengan lagi dengan Tuhan. Akhirnya, ia jatuh kedalam tingkah laku yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Oleh karena itu, manusia harus sadar bahwa otonomi dan kebebasan itu tumbuh dan berkembang dari Tuhan. Manusia memperoleh secara langsung otonomi dan kekuasaan Tuhan, seharusnya mengembangkan otonomi dan kebebasanya menurut nilai ketuhanan.
Selanjutnya, hakikat pribadi manusia sebagai jiwa dan raga mempunyai kebutuhan dan kepentingan masing-masing. Jiwa dan raga sering mempunyai kebutuhan yang selaras dan berimbang, tetapi kadang-kadang bertolak belakang. Untuk menyelaraskan kebutuhan jiwa dan raga, manusia harus memperhatikan batas-batas yang sesuai, bukan berlebih-lebihan. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan raga bisa memberikan ketenangan jiwa dan kesegaran raga.
Kedudukan manusia sebagai mahluk individu dan sosial juga menuntut kebutuhan kepentingan sendiri-sendiri. Pada praktiknya, kedua kebutuhan tersebut saling berhadapan dan saling menarik. Oleh karena itu, manusia harus bisa menegur agar setiap kebutuhan dan kepentingannya bisa terpenuhi. Dalam suatu masyarakat, perlu diadakan pembagian kerja, yaitu memberikan kesempatan kepada individu yang melaksanakan kebutuhan dan kepentingan keilahian, kejiwaan, keragaan, dan keindividuan, sedangkan yang lain melaksanakan kegiatan sosial.
#Manusia sebagai mahluk berpikir
Berbeda dengan mahluk lain, manusia mempunyai ciri istimewa yaitu kemampuan berpikir yang ada dalam satu struktur dengan perasaan dan kehendaknya (yang sering disebut sebagai mahluk yang berkesadaran). Apa yang dipikirkan? Mengapa manusia harus berpikir? Bagaimana pemikiran itu? Untuk apa ia harus berpikir sedemikian itu?
Begitu kompleksnya masalah hidup dan kehidupan manusia, sehingga setiap orang senantiasa wajib berpikir dan berpikir terus mencari jalan keluar dan menjalankannya secara konsisten agar tercapai tujuan hidupnya. Untuk itu, manusia selalu berusaha meningkatkan kualitas pemikirannya, dari yang mistis-religius menuju otonomis-kefilsafsatan, sampai pada taraf yang paling konkret-fungsional. Pemikiran yang mistis-religius (yang berarti juga pemikiran yang reseptif) adalah menerima segala sesuatu sebagai kodrat Tuhan, yang manusia tidak mungkin dan tidak perlu mengubahnya.
Adapun pemikiran konkret- fungsional (teknologis) bermakna bahwa pemikiran itu mengandung terobosan baru berupa kreativitas penciptaan teknologi yang sedemikian rupa sehingga orang tidak harus mengikuti hukum alam, tetapi melampaui hukum alam itu. Pemikiran yang fungsional ini sudah berkembang sampai taraf sosial budaya. Jalinan hubungan dengan sesama manusia telah berubah menjadi praktis, pragmatis dan seba terbatas, menurut tingkat keperluan minimal. Nilai kegunaan bagi diri pribadi sering menjadi ukuran utama. Masyarakat tidak dipandang sebagai tujuan, tetapi alat bagi tujuan-tujuan individual. Oleh karena itu berbagai rekayasa sistem sosial dikembangkan secara radikal demi kemudahan tercapainya tujuan individual tersebut. Masyarakat, dirombak, dibangun dikendalikan dan dipacu kearah berbagai produktivitas yang bermanfaat secara praktis dan pragmatis. Bahkan terhadap Tuhan, manusia harus menjalin hubungan yang fungsional dan pragmatis. Ibadah bukan lagi dilakukan karena panggilan hati nurani, melainkan karena perhitungan rasional. Agama tidak lagi Tumbuh dan berkembang didalam hati, tetapi sebagai dekorasi tubuh agar orang lain selalu menghormati dirinya.
Dengan demikian, perkembangan pemikiran manusia yang semakin fungsional-pragmatis tersebut mendominasi kehidupan manusia. Oleh karena itu, semestinya manusia sadar pada keberadaan dirinya sebagai mahluk Tuhan dan mahluk sosial. Dengan demikian pemikiran-pemikirannya senantiasa dipertimbangkan nilai-nilai minimalnya sehingga mampu meluruskan pembelokan-pembelokan pemikiran yang fungsional-pragmatis tersebut.dengan kesadaran penuh yang dimiliki manusia, ia selalu mempertimbangkan nilai-nilai yang baik dan buruk bagi dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia. 1999
Asmoro. Achmadi. Filsafat Umum. Jakarta . Raja Grafindo Pesada. 1995
Al-Khalili, Jim. (2003) Quantum; Sebuah Panduan Untuk Bingung. Inggris, Weidenfield & Nicholson.
Ayi Sofyan. Kapita selekta Filsafat. Bandung. Pustaka Setia
Bertrand Russel. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.0
Berkhof Robert R. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia,2011
Beretens K., Sejarah Filsafat Yunani, cetakan kelima, Jakarta: Penerbit Kanisius, 1998
Brummelen, Harro Van. Berjalan Dengan Tuhan didalam Kelas, terjemahan. Jakarta: Penerbit UPH 2009
Conny Setiawan. Panorama Filsafat Ilmu. Cet. I. Jakarta: Teraju. 2005
Gaebelein, Frank E. The Pattern of God’s Trust. Chicago, illinois: moody press.1972
Hardono Hadi. Epistemologi Filsafat Pengetahuan. Cet. XI. Yogyakarta: Kanisius 2005.
Jujun S. Suriasumantri. Ilmu dalam Prespektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2001
K. Berten. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. 1976
Khoe Yao Tung. Filsafat Pendidikan Kristen. Yogyakarta. Penerbit Andi. 2013
Lie, Joshua, Filsafat pendidikan Kristen, visi dan misi sekolah Kristen IPEKA, Jakarta: Sekolah Kristen IPEKA,2010
Radin, Dean. (2006) Mind terjerat: Pengalaman ekstrasensor Dalam Sebuah Realitas Quantum. New York, Paraview Book Pocket
Sayyed Hossein Nasr. Antara Tuhan, Manusia dalam Alam, Jembatan Filosofis dan Religius Menuju Puncak Spiritual. Terjemahan oleh Ali Noer Zaman. Yogyakarta: 2003
Zukav, Gary. (1979) The Dancing Wu Li Masters: Sebuah Tinjauan Of The Fisika Baru. New York, HarperOne
Komentar
Posting Komentar